Selasa, 31 Maret 2009

Yonex Sunrise India Gold Grand Prix 2009

Meskipun kelasnya setingkat di bawah super series, namun tak sedikit pemain bintang yang ikut, termasuk atlet non-pelatnas Indonesia. Dalam turnamen ini, Indonesia berhasil membawa pulang 2 gelar yang dipersembahkan oleh atlet non-pelatnas. Mereka adalah Taufik Hidayat dan pasangan ganda campuran yang baru "rujuk", Flandy Limpele/Vita Marissa.
Di partai ganda putri, Indonesia sebenarnya juga memiliki wakil, yaitu Vita/Nadya Melati. Namun, pasangan ini dikandaskan oleh ganda muda Cina, Jin Ma/Xiaoli Wang, 14-21, 13-21 dalam waktu 27 menit. Tunggal Prancis, Hongyan Pi menjadi juara tunggal putri setelah mengalahkan Julia Pei Xian Wong dari Malaysia dengan skor 17-21, 21-15, 21-14 dalam waktu 54 menit. Di ganda putra, giliran Malaysia yang memperoleh gelar setelah ganda senior mereka, Tan Fook Choong/Wan Wah Lee menang 2 set atas ganda Singapura, Hendri Kurniawan Saputra/Hendra Wijaya, 21-9, 21-11 hanya dalam waktu 19 menit.
Indonesia meraih gelar pada 2 partai sisa, yaitu tunggal putra dan ganda campuran. Taufik menang atas tunggal senior Malaysia, Muhammad Hafiz Hashim 21-18, 21-19 dala waktu setengah jam. Sedangkan Flandy/Vita menang atas ganda tuan rumah, Diju Valiyavteetil/Jwala Gutta, 21-14, 21-17 dalam waktu 33 menit.
Meskipun disiarkan Vision1, tapi sejak All England, tayangan bulutangkis ini tidak di-relay lagi ke SUN TV dan mungkin yang lainnya juga.

Senin, 16 Maret 2009

Tur Eropa Pertama

Tur Eropa yang dimaksudkan tentu saja 2 turnamen super series yang diselenggarakan di 2 negara Eropa, yaitu Inggris dan Swiss. Hasilnya sangat mengecewakan bagi tim Indonesia. Hasil terbaik hanya maju ke babak semifinal All England, itupun pemain non-pelatnas, yaitu Taufik Hidayat dan Flandy Limpele yang berpasangan dengan pemain Rusia, Anastasia Russikh. Tentu hasil buruk ini harus menjadi perhatian khusus dari pelatnas, yang sepertinya mulai menurun di bawah kepemimpinan Bapak Djoko Santoso (tidak bermaksud menyinggung). Mengenai hukuman re-training 1,5 bulan untuk pemain yang tidak memenuhi target, saya rasa cukup bagus untuk memperbaiki kemampuan pemain. Tapi, saya rasa yang lebih tepat adalah hukuman untuk pemain yang tampil di bawah performa maksimal. Alasannya, jika pemain tersebut sudah berusaha berhasil menampilkan performa terbaiknya, namun kalah karena lawannya bermain lebih baik lagi atau ada beban mental karena ditargetkan seperti itu, maka itu bukan salah pemain. Mungkin di Cina juga diberlakukan hukuman yang hampir serupa. Tapi, perlu diingat bahwa pemain Cina di papan atas dunia itu tidak sedikit. Jadi, kalau ada target, ditanggung bersama-sama. Selain itu, harus diakui pemain Cina memiliki kemampuan yang lebih baik dari Indonesia. Memang, kalau masalahnya pemain lawan bermain lebih baik, ya, harus dilakukan latihan lebih agar bisa lebih baik lagi. Mengenai kekalahan Nova/Liliyana, saya rasa mereka punya masalah jika melawan lawan yang baru pertama kali dihadapi. Selain itu, ketika melawan Flandy/Anastasia, tentu saja Nova, Liliyana, dan Flandy sudah saling mengenal karakter permainan. Tapi dengan Anastasia? Jelas belum. Jadi, Flandy/Anastasia bisa membaca permainan Nova/Lilyana dengan lebih mudah. Kekalahan dengan Zheng Bo/Jin Ma, harus diakui Cina pandai dalam membuat pasangan baru. Buktinya, mereka bisa menang di Swiss.
Kembali ke All England dan Swiss Open. Di Inggris, Cina berhasil mendominasi dengan merebut semua gelar yang ada. Berikut hasilnya :
XD : He Hanbin/Yang Yu vs Sung Hyun Ko/Jung Eun Ha 13-21 21-15 21-9
MS : Dan Lin vs Chong Wei Lee 21-19 21-12
WD : Yawen Zhang/Tingting Zhao vs Shu Cheng/Yunlei Zhao 21-13 21-15
WS : Yihan Wang vs Tine Rasmussen 21-19 21-23 21-11
MD : Yun Cai/Haifeng Fu vs Sang Hoon Han/
Ji Man Hwang 21-17 21-15
Di Swiss, Cina tetap mendominasi, meskipun jumlahnya "hanya" 3 gelar, dan sisanya direbut Malaysia.
XD :
Bo Zheng/Jin Ma vs Yong Dae Lee/Hyo Jung Lee 21-16 21-15
WS : Yihan Wang vs Yanjiao Jiang 21-17 17-21 21-13
MS : Chong Wei Lee vs Dan Lin 21-16 21-16
WD : Jing Du/Yang Yu vs Hyo Jung Lee/Kyung Won Lee 21-11 21-12
MD : Kien Kiet Koo/Boon Heong Tan vs Mathias Boe/Carsten Mogensen 21-14 21-18
Semoga tim Indonesia bisa berhasil di kesempatan berikutnya.

Minggu, 01 Maret 2009

Wawancara Eksklusif Christian Hadinata

Berikut adalah wawancara eksklusif radio BBC Siaran Indonesia dengan legenda bulutangkis Indonesia, Christian Hadinata.
Bagaimana Anda memandang prestasi bulutangkis Indonesia sekarang, tidak hanya dibandingkan ketika Pak Christian masih terjun?
Jujur, secara fakta, sih, prestasi sekarang itu tidak sebaik masa-masa dulu, ketika saya masih bermain. Supremasi beregu dalam arti seperti Piala Thomas, Piala Uber, Piala Sudirman itu sekarang berada di negara lain, yaitu China. Nah, paling tidak dulu Piala Thomas itu selalu berada di Indonesia. Lalu di beberapa turnamen prestisius, seperti All England, yang dalam waktu dekat akan berlangsung, kita beberapa Tahun belakangan ini juga tidak pernah merebut gelar atau juara. Meskipun, di sisi lain, katakanlah di beberapa nomor kita masih cukup baik. Itu kelihatan dari gambaran ranking satu dunia itu ditempati oleh pasangan ganda campuran kita, Nova Widhianto/Lilyana Natsir dan pasangan ganda putra kita, Markis Kido dan Hendra Setiawan. Di samping itu, kita masih bisa tetap mempertahankan tradisi emas Olimpiade. Tapi, secara umum ada penurunan, lah.
Menurut Pak Christian, apa penyebab penurunan itu?
Utamanya, sih, kita memang tidak banyak punya pemain yang berkualitas super. Saya mengatakan super karena dengan kualitas yang baik saja tidak cukup untuk menjadi juara. Harus kualitas super baik. Belum juga mengenai program latihan yang harus juga disusun dengan baik oleh para pelatih dengan baik. Apalagi, sekarang kita harus juga mengakui bahwa peran iptek itu sangat membantu kita. Nah, ini yang kita masih kurang, ya. Tapi utamanya kembali, kita memang masih cukup sulit untuk menemukan atau mendapatkan pemain-pemain yang berkualitas super, katakanlah seperti seorang Taufik Hidayat, seorang Susi Susanti, atau Mia Audina, atau Candra (Wijaya)/Sigit (Budiarto), Canda/Tony (Gunawan). Sebelum itu, kita kenal seorang Rexy Mainaky dan Ricky Subagja, ya.
Lantas, bagaimana cara menemukan pemain super baik itu, Pak Christian?
Dalam hal ini, tim pemandu bakat mesti bekerja keras, ya. Terutama juga tidak hanya sekedar menemukan, ya. Tapi, pemain atau juara itu tidak hanya cukup dilahirkan saja, ya. Tapi juga harus dibuat.
Agar kejayaan bulutangkis Indonesia itu bisa kembali lagi atau bisa direngkuh, peran seperti apa yang harus dilakukan oleh pemerintah, Pak Christian?
Satu hal mungkin yang sampai saat ini belum tercapai adalah bulutangkis itu kelihatannya belum sampai masuk ke dalam sekolah. Padahal, anak-anak sekolah ini adalah bibit-bibit unggul yang sebetulnya bisa dibina menjadi calon-calon atlet yang baik. Kita basisnya sepertinya lebih banyak di perkumpulan.
Mungkin lebih tegasnya, Pak Christian, bulutangkis harus masuk kurikulum khusus di dalam sekolah, begitu?
Saya rasa setuju, ya, seperti itu. Dalam hal ini, 'kan, dibutuhkan kerja sama, seperti dengan diknas, ya. Juga termasuk Mennegpora dan departemen-departemen yang mungkin terkait ke sana. Saya rasa itu betul-betul harus diprogramkan dan harus betul-betul menjadi perhatian serius.
Dan sepengetahuan Anda, ini sudah dilakukan juga, ya, oleh negara-negara seperti Cina, misalnya?
Oh, iya. Kita tahu bahwa negara-negara khususnya Cina dan Korea itu sangat men-support. Justru, atlet-atlet usia sekolah itu sudah diarahkan. Kita juga tidak ada salahnya meniru hal yang baik. Kebanyakan yang saya lihat itu, anak-anak sekolah kiblatnya NBA, basket. Dan saya sering lihat kalau lewat suatu sekolah itu pasti ada lapangan basketnya, tapi lapangan bulutangkisnya kita belum tahu. Nah, ini juga menjadi suatu hal yang bisa menghambat.
Dan Pak Christian juga tadi mengatakan bahwa pelatihan atau pendidikan melalui perkumpulan itu tidak cukup, ya?
Saya rasa nggak cukup, ya. Memang, perkumpulan yang sekarang menjadi basis utama akan lebih baik juga kalau ditunjang dari anak-anak sekolah juga sudah mulai dipantau, sudah mulai diarahkan untuk menjadi atlet-atlet bulutangkis yang baik. Dan kita ketahui, bahwa meskipun basis utama kita di klub sekarang, tidak banyak, 'kan, klub-klub di Indonesia yang punya pemain-pemain yang baik, ya. Hanya, mungkin 5 atau 6 klub saja. Itu pun kebanyakan di Pulau Jawa. Nah, oleh karena itu, bulutangkis lewat sekolah itu lebih bisa dikembangkan di luar Jawa dibandingkan dengan kalau kita menganut sistem klub.
Dibandingkan waktu Pak Christian masih terjun di dunia bulutangkis sebagai pemain, apa yang membedakan sistem pemantauan bakat sekarang dan dulu, Pak Christian?
Oh, sekarang, sih, sebetulnya sudah lebih teratur, ya. Sudah kebih terprogram, lah. Karena, setiap sirkuit nasional itu ada pemandu bakatnya sendiri. Kalau di zaman kita dulu, itu boleh dikatakan lebih alamiah. Tahu-tahu lahir aja juara, gitu. Latihan sendiri, kadang-kadang tidak menyadari bakatnya sendiri.
Jadi, penegasan lagi, Pak Christian. Jadi, letaknya di mana masalah bulutangkis Indonesia ini, sehingga prestasi yang Pak Christian dan teman-teman cetak itu sekarang sulit sekali untuk terealisasi?
SDM, dalam hal ini kepelatihan itu harus dibenahi. Kita tidak bisa hanya bertumpu atau menumpuk di Pulau Jawa saja. Tapi, daerah di luar Pulau Jawa itu sepertinya kualitas SDM dari kepelatihan di luar Pulau Jawa itu harus ditingkatkan. Kalau hal ini berlangsung seperti sekarang, begini terus, lalu atlet-atlet yang di luar Jawa itu harus ke Pulau Jawa dulu untuk bisa maju, itu akan sangat mengurangi atlet-atlet yang berbakat yang bisa dibina menjadi pemain yang baik. Karena saya yakin sekali, bahwa di luar Pulau Jawa itu sangat banyak atlet-atlet yang punya bakat. Tapi masalahnya, 'kan, tidak dibina dengan baik. Nah, si anak ini mungkin 'kan kalau mau maju, berpikiran : "Saya harus ke Pulau Jawa". Nah, itu tentu banyak kendalanya.
Beberapa orang yang saya wawancarai, termasuk para pemain muda itu menganggap Pak Christian sebagai contoh baik. Seorang atlet yang disiplin, punya kemauan keras, datang pagi-pagi untuk mengikuti atau mengawasi latihan. Apakah seperti itu Pak Christian sebenarnya?
Hahaha. Bahwa dari dulu zaman saya main, memang hal-hal seperti itu rutin, sih, yang saya lakukan. Jadi datang pagi, kadang-kadang berlatih lebih dulu sendiri, sebelum dari pelatih. Ataupun setelah saya retired dari pemain menjadi pelatih, ya, saya mesti datang dulu di lapangan menyiapkan semuanya apa yang akan dilakukan hari itu, termasuk meneliti program latihan, ya.
Ya, soal dedikasi yang disebut banyak orang luar biasa
ini, Pak Christian terhadap perbulutangkisan Indonesia, bagaimana ini penjelasannya? Apa yang sebetulnya dicari Pak Christian ini?
Hahaha. Sebetulnya, sih, simple saja, ya. Sampai detik ini, saya bisa seperti sekarang ini, dari mulai menjadi atlet, selesai menjadi atlet lalu menjadi pelatih, sekarang diberi anugerah untuk menjadi pengurus, itu 'kan semua dari bulutangkis. Dan semua itu, 'kan, dari organisasi, dalam hal ini PB PBSI. Jadi, saya selalu merasa punya hutang terhadap PB PBSI, terhadap bulutangkis Indonesia. Jadi, sejauh atau semaksimal saya masih bisa dipakai di bulutangkis nasional, ya dalam batas kemampuan, dalam batas kebisaan yang saya punya, saya harus mengembalikan itu. Dari segi waktu, dari segi pikiran, inilah waktu saya membayar hutang. Saya banyak mendapat tawaran-tawaran yang menggiurkan, jauh, lah, dibanding apa yang bisa saya dapat di sini, tapi saya sama sekali tidak punya pikiran untuk ke tempat lain.

Dikutip dari wawancara radio BBC siaran Indonesia pada hari Minggu, 1 Maret 2009, kurang lebih pukul 06.45 WITA.

Jumat, 27 Februari 2009

Menjelang All England 2009

Pada tanggal 3-8 Maret 2009 nanti, kejuaraan Yonex All England Super Series akan diselenggarakan di National Indoor Arena, Birmingham, Inggris. Tingkatannya super series, hadiahnya tidak terlalu besar, dan hampir sama dengan kejuaraan lainnya. Namun, yang membedakan adalah kejuaraan ini merupakan kejuaraan internasional bulutangkis tertua di dunia, yang tentunya sangat prestisius. Indonesia pertama kali menjadi juara All England pada tahun 1958 (kalau tidak salah) melalui Tan Joe Hoek. Sedangkan pemain Indonesia yang paling banyak meraih gelar adalah Rudy Hartono Kurniawan di nomor tunggal putra, yaitu sebanyak 8 kali, dan rekor ini masih belum ada yang bisa memecahkan. Terakhir kali Indonesia meraih gelar di All England pada tahun 2003, melalui pasangan ganda putra, Sigit Budiarto/Candra Wijaya.
Menjelang All England, sejumlah pemain Indonesia tak jadi berangkat karena alasan cedera. Pemain-pemain tersebut adalah pasangan ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan dan pemain tunggal putri, Maria Kristin Yulianti. Di nomor ganda campuran, Indonesia kehilangan satu pasangan menyusul mundurnya Vita Marissa dari pelatnas, sehingga Muhammad Rijal tak jadi berangkat. Vita sendiri dari awal memang direncanakan untuk tidak bermain di nomor ganda putri tahun ini. Jadi, mundurnya Vita tidak mempengaruhi ganda putri Indonesia. Dengan demikian, mau tidak mau pasangan ganda campuran Nova Widhianto/Lilyana Natsir yang menjad tumpuan Indonesia pada All England kali ini.
Bila dihitung-hitung, ini adalah kali kelima keikutsertaan Nova/Lilyana di ajang All England. Hasil terbaik diperoleh mereka tahun lalu, di mana mereka harus puas menjadi runner-up setelah dikalahkan pasangan China, Zheng Bo/Gao Ling di final yang berlangsung ketat selama 3 set. Setelah pasangan ini tidak bermain lagi, sepertinya lawan terberat sekaligus musuh bebuyutan sudah tidak ada. Namun, masih banyak pasangan lain yang bisa menjadi ancaman. Sebut saja pasangan Korsel, Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung serta pasangan China He Hanbin/Yu Yang dan Xie Zhongbo/Zhang Yawen. Duet Lee/Lee memenangi 3 dari 4 laga pertemuan mereka, sedangkan kemenangan Nova/Lily diperoleh di final Proton Malaysia Super Series Januari lalu. Melawan He/Yu, terakhir kali di semifinal Olimpiade Beijing 2008 yang berbuah kemenangan setelah pertandingan 3 set. Sedangkan untuk Xie/Zhang, Nova/Lily kalah dalam beberapa pertemuan terakhir. Perjuangan memang sangat berat. Apalagi, Nova/Lily mendapat beban untuk menjadi juara, seperti yang sudah ditargetkan. Selain itu, ada keinginan pribadi untuk bisa memecahkan "misteri" selama 30 tahun, di mana Indonesia sampai sekarang belum bisa meraih gelar ganda campuran All England, setelah diraih pertama kali pada tahun 1979 oleh pasangan Christian Hadinata/Imelda Wigoena.
Peluang di nomor lain tentunya masih terbuka, namun jauh lebih berat. Di tunggal putri misalnya. Setelah mundurnya Maria, yang tersisa hanya Adrianti Firdasari dan Pia Zebadiah Bernadet. Hasil undian yang kurang menguntungkan membuat mereka harus berhadapan dengan pemain-pemain unggulan di babak-babak awal. Sedangkan di ganda putra, pemain Indonesia nampaknya belum bisa mengimbangi pasangan-pasangan lain yang lebih hebat. Di tunggal putra, selain berhadapan dengan pemain unggulan, pemain-pemain Indonesia berada dalam pul yang sama.
Dalam setiap kejuaraan, pasti ada peluang dan lawan berat yang menunggu. Jadi, yang harus dilakukan hanyalah berusaha untuk menang dan menampilkan permainan yang terbaik, serta menjaga fisik dan stamina. Dan yang terpenting, jangan lupa berdoa.

Kamis, 12 Februari 2009

Apakah Bulutangkis Indonesia Masih Bisa Menjadi yang Terbaik

Akhir-akhir ini, prestasi bulutangkis Indonesia tidak secemerlang pada zamannya Tan Joe Hoek, Rudy Hartono, Liem Swie King, Ivanna Lie, sampai Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Meskipun, masih ada atlet kita yang prestasinya bagus, seperti ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan dan ganda campuran Nova Widhianto/Lilyana Natsir. Saat ini, bisa dibilang China-lah yang paling menguasai dunia bulutangkis. Banyak pemain China yang menghuni peringkat papan atas dunia. Inilah bukti bahwa mereka sekarang yang terbaik untuk bulutangkis. Beberapa negara yang juga hebat bulutangkisnya adalah Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Denmark, dan Inggris.
Prestasi yang mulai merosot ini jelas ada buktinya. Dulu, kekuatan semua cabang bulutangkis Indonesia bisa dibilang merata. Sekarang, mungkin tinggal ganda putra dan ganda campuran yang masih bertahan. Sisanya, apalagi tunggal putri, sudah jauh menurun. Pertanyaannya, apakah Indonesia masih bisa menjadi yang terbaik di dunia bulutangkis? Jika ditanya bisa atau tidaknya, pasti bisa. Yang menjadi masalah, seringkali kita tidak mau berusaha untuk mewujudkannya. Mengapa saya katakan pasti bisa? Sebab segala sesuatu yang ada di dunia ini membentuk suatu siklus yang selalu berputar. Namun, harus diimbangi juga dengan usaha dan pelengkap lainnya. Misalnya, dalam kehidupan kita, manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan saling berikatan. Jika salah satunya tidak ada atau hilang, maka hal itu akan merusak yang lainnya secara perlahan-lahan. Jadi, segala sesuatu itu berputar dan saling berikatan.
Kalau kita mau berhasil, tidak boleh ada kalimat "Saya tidak bisa" dalam pikiran kita. Kita harus yakin bahwa kita bisa. Setelah itu, baru kita lakukan usaha-usaha untuk mewujudkan keinginan kita itu. Yah, berhasil atau tidaknya itu tergantung dari keseriusan kita menekuninya dan bakat yang kita miliki. Yang paling penting, tentu saja berdoa kepada Tuhan. Begitu pula untuk bulutangkis Indonesia. Jika sudah dilakukan, kemungkinan besar akan berhasil. Jadi, jangan pernah berhenti untuk berusaha dan mencoba!

Senin, 02 Februari 2009

Mundurnya Taufik yang Fenomenal

Seperti yang telah kita ketahui, Taufik Hidayat telah mengundurkan diri dari Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional) Bulutangkis Cipayung. Alasannya, Taufik mau menjadi pemain profesional yang mandiri, yang mengurus segala keperluannya dalam bertanding sendiri. Selain itu, Taufik juga menginginkan supaya terjadi regenerasi pemain, khususnya di nomor tunggal putra. Sedangkan kabar yang memberitakan bahwa Taufik mundur karena tidak dipanggilnya Mulyo Handoyo, pelatihnya selama ini ke Pelatnas, diakuinya sebagai alasan yang kesekian. "Saya ingin memberi kesempatan kepada pemain junior. Mudah-mudahan dengan saya keluar dari PBSI, PBSI bisa lebih maju dan atlet bisa berprestasi terutama di nomor tunggal," cetus Taufik. Taufik yang sudah sejak tahun 1996 berada di Pelatnas mengaku bahwa dia mundur dari Pelatnas dengan berat hati.
Taufik adalah seorang pemain yang bisa dibilang paling fenomenal dan sensasional di Indonesia saat ini. Mengapa fenomenal? Dalam usia yang masih sangat muda, Taufik sudah berhasil memperoleh prestasi yang sangat gemilang dan mengharumkan nama bangsa. Saya mengatakan Taufik sensasional karena dia bukan hanya sebagai atlet, namun juga sebagai artis. Dia sering masuk tayangan gosip, dan salah satu gosip yang masih saya ingat dari Taufik adalah Taufik dikabarkan memiliki anak dari wanita yang bukan istrinya. Ya, mungkin kabar itu hanya "bumbu-bumbu" pada karirnya. Taufik juga adalah pemain Indonesia yang paling populer sampai ke seluruh dunia saat ini.
Sebagai pemain, akhir-akhir ini Taufik memang jarang berprestasi gemilang seperti pada masa jayanya. Taufik terakhir kali juara di Macau Badminton Championship, mengalahkan Lee Chong Wei yang saat itu sedang cedera. Namun, jika melihat masa-masa kejayaan Taufik sebagai pemain, tentu bukanlah hal yang baik jika kita menghina Taufik dengan makin buruknya penampilan dia di kejuaraan internasional. Taufik berperan dalam mempertahankan Piala Thomas di Indonesia sampai tahun 2002, mempertahankan tradisi medali emas Indonesia di Olimpiade sejak 1992 dengan meraih emas satu-satunya bagi Indonesia di Olimpiade Athena 2004, menjadi juara dunia 2005, Asian Games, dan sejumlah prestasi lainnya. Mungkin masa keemasannya sebagai atlet sudah hampir habis. Seorang atlet tidak mungkin selalu berada di puncak kejayaan. Begitu juga Taufik. Meskipun sudah jarang berprestasi, Taufik adalah salah satu pahlawan bulutangkis Indonesia. Taufik juga menginginkan agar orang mengingat dia dengan prestasinya, bukan kegagalannya. Karena itu, dia mundur dari Pelatnas. Sekali lagi, Taufik mencoba hanya mengingat hal-hal yang baik dari Cipayung. Begitu pun ia minta semua orang mengingat hal yang baik tentang dirinya. "Jangan melulu dilihat konflik saya dengan banyak pihak. Tetapi ingatlah saya karena prestasi saya di olimpiade, kejuaraan dunia, dan yang lainnya. Karena itulah saya ingin mundur selagi saya masih di puncak. Saya tidak ingin dikasihani atau dilupakan orang."
Berikut sedikit kenangan Taufik di Pelatnas. Taufik mengenang, pelatnas Cipayung tidak lagi bernuansa sekolah, tetapi lebih suasana keluarga yang guyub. "Yang paling saya ingat tentunya bagaimana saya
dikerjain para senior saya," kata Taufik.
Cerita Taufik dikerjain seniornya memang bukan hal baru. Taufik muda selalu dihardik dan diledek para seniornya setiap kali "menyentuh" mobil-mobil milik para senior tersebut. "Heh lu enggak bisa beli tuh barang," kata para senior. Potongan kisah ini menimbulkan dendam dan semangat pada Taufik muda. Setelah berprestasi, Taufik membuktikan dirinya dengan membawa mobil jenis Toyota Alphard ke pelatnas Cipayung. "Bagi saya itu menjadi kenangan yang indah," kata Taufik. Meski begitu, ia juga memiliki beberapa kenangan pahit yang menurut dia juga dirasakan banyak pemain hingga sekarang. "Saya kira pengurus sekarang yang baru terpilih harus berubah dibandingkan yang lama. Sekarang komunikasi antara pengurus dan pemain harus lebih terbuka," katanya. Menurut Taufik, apa yang diinginkan dan dipahami oleh pemain sebenarnya sangat jelas. "Pemain tahunya adalah berlatih, bertanding, dan kemudian dievaluasi. Kalau gagal, ia harus siap untuk kehilangan haknya. Namun kalau berhasil, ia boleh menanyakan haknya," katanya. Hal-hal seperti inilah yang menurut Taufik tidak dilakukan oleh para pengurus dan sudah berlangsung bertahun-tahun di Cipayung.
Setuju tidak setuju, suka tidak suka, Taufik tetaplah salah satu pahlawan bangsa yang harus kita hargai. Ingatlah prestasinya yang sangat mengharumkan nama bangsa itu. Kegagalannya hanyalah pelengkap dari keberhasilannya. Karena tanpa kegagalan, mana mungkin ada orang yang mau berusaha lagi? Mari, kita dukung keputusan Taufik ini, dan kita dukung juga kiprahnya setelah keluar dari Pelatnas. Kita tunggu prestasinya. Siapa tahu, bisa jadi juara All England Maret nanti.
Maju terus, Taufik!
Sumber :
Okezone
Kompas

Sabtu, 24 Januari 2009

Bagaimana Nasib Bulutangkis Indonesia?

Harus diakui, bulutangkis adalah satu-satunya cabang olahraga yang bisa membanggakan Indonesia di pentas dunia berkali-kali, dari dulu sampai sekarang. Puncaknya, medali emas pertama Indonesia di kejuaraan sebesar Olimpiade didapatkan melalui cabang olahraga ini (1992). Betapa kita harus berbangga dengan para atlet bulutangkis yang kita miliki, baik yang dulu, maupun yang sekarang. Namun pada kenyataannya, orang yang menyukai olahraga bulutangkis di Indonesia tidak lebih banyak daripada yang menggemari olahraga semacam sepak bola atau bola basket. Sungguh malang nasib bulutangkis di Indonesia. Jika prestasi bulutangkis dibandingkan dengan sepak bola atau basket, tentu sangat jauh bedanya. Contohnya, bulutangkis meraih medali emas di Olimpiade 2008. Sedangkan sepak bola atau basket? Main saja tidak. Di tingkat internasional sendiri, bulutangkis juga kalah pamornya dari tenis.
Belakangan, banyak pemain Indonesia mengikuti turnamen dengan biaya sendiri. Namun, setelah ada pemanggilan pemain ke pelatnas, pemain yang terpanggil itu mungkin dibiayai PBSI dan sponsor lain, seperti PLN. Sedangkan yang belum dipanggil, harus berangkat dengan biaya sendiri. Contoh akibatnya, ganda putri Vita Marissa/Lilyana Natsir tidak mengikuti turnamen Yonex Korea Super Series 2009. Menurut kabar yang saya dengar, itu karena Vita tidak mempunyai cukup biaya. Nah, bagaimana mau berkembang, kalau mengikuti turnamen saja tidak? Apalagi dengan alasan yang cukup memiriskan, biaya. Yang menjadi pekerjaan pemain itu hanya berlatih dan bermain. Apapun hasilnya, yang jelas pemain itu telah berusaha semampu mereka. Tapi sekarang, pemain memiliki pekerjaan tambahan, yaitu mencari sponsor. Itu seharusnya menjadi tugas PBSI sebagai organisasi yang menaungi olahraga bulutangkis ini. Mungkin ini dampak dari krisis global yang sedang melanda dunia sekarang ini.
Tahun ini, Vision1 Sports menayangkan semua kejuaraan super series babak semifinal dan final (kecuali Indonesia SS yang kemungkinan besar ditayangkan TV swasta), kejuaraan Asia, Kejuaraan Dunia dan beberapa GP(Grand Prix). Siaran ini selalu di-relay secara langsung ke beberapa TV lokal yang kemungkinan besar merupakan anak perusahaan MNC (Indovision juga anak perusahaan MNC), seperti Deli TV Medan, IMTV Bandung, Pro TV Semarang dan SUN TV Makassar. Ini merupakan sebuah langkah yang bagus untuk lebih mempopulerkan bulutangkis di Indonesia. Sekaligus, menarik minat sponsor untuk PBSI. Dengan begini, pemain tidak perlu lagi repot mencari sponsor sendiri, meskipun hal itu juga tidak dilarang. Ini akan membuat pemain lebih berkonsentrasi dalam bermain, dan pada akhirnya bisa meraih hasil maksimal, yang akan membanggakan Indonesia di pentas dunia. Jadi, saya harap TV Indonesia bisa terus menayangkan kejuaraan bulutangkis, bukan hanya tahun ini saja. Kalau bisa, jangan TV berbayar, tapi TV swasta, supaya semua masyarakat bisa menyaksikannya. Saya sendiri bisa menonton melalui SUN TV.
Semoga ke depannya bulutangkis Indonesia makin berjaya, apalagi menghadapi kejuaraan All England yang dimulai 3 Maret nanti, Piala Sudirman pada bulan Mei dan Kejuaraan Dunia pada bulan Agustus. Salam bulutangkis.