Minggu, 01 Maret 2009

Wawancara Eksklusif Christian Hadinata

Berikut adalah wawancara eksklusif radio BBC Siaran Indonesia dengan legenda bulutangkis Indonesia, Christian Hadinata.
Bagaimana Anda memandang prestasi bulutangkis Indonesia sekarang, tidak hanya dibandingkan ketika Pak Christian masih terjun?
Jujur, secara fakta, sih, prestasi sekarang itu tidak sebaik masa-masa dulu, ketika saya masih bermain. Supremasi beregu dalam arti seperti Piala Thomas, Piala Uber, Piala Sudirman itu sekarang berada di negara lain, yaitu China. Nah, paling tidak dulu Piala Thomas itu selalu berada di Indonesia. Lalu di beberapa turnamen prestisius, seperti All England, yang dalam waktu dekat akan berlangsung, kita beberapa Tahun belakangan ini juga tidak pernah merebut gelar atau juara. Meskipun, di sisi lain, katakanlah di beberapa nomor kita masih cukup baik. Itu kelihatan dari gambaran ranking satu dunia itu ditempati oleh pasangan ganda campuran kita, Nova Widhianto/Lilyana Natsir dan pasangan ganda putra kita, Markis Kido dan Hendra Setiawan. Di samping itu, kita masih bisa tetap mempertahankan tradisi emas Olimpiade. Tapi, secara umum ada penurunan, lah.
Menurut Pak Christian, apa penyebab penurunan itu?
Utamanya, sih, kita memang tidak banyak punya pemain yang berkualitas super. Saya mengatakan super karena dengan kualitas yang baik saja tidak cukup untuk menjadi juara. Harus kualitas super baik. Belum juga mengenai program latihan yang harus juga disusun dengan baik oleh para pelatih dengan baik. Apalagi, sekarang kita harus juga mengakui bahwa peran iptek itu sangat membantu kita. Nah, ini yang kita masih kurang, ya. Tapi utamanya kembali, kita memang masih cukup sulit untuk menemukan atau mendapatkan pemain-pemain yang berkualitas super, katakanlah seperti seorang Taufik Hidayat, seorang Susi Susanti, atau Mia Audina, atau Candra (Wijaya)/Sigit (Budiarto), Canda/Tony (Gunawan). Sebelum itu, kita kenal seorang Rexy Mainaky dan Ricky Subagja, ya.
Lantas, bagaimana cara menemukan pemain super baik itu, Pak Christian?
Dalam hal ini, tim pemandu bakat mesti bekerja keras, ya. Terutama juga tidak hanya sekedar menemukan, ya. Tapi, pemain atau juara itu tidak hanya cukup dilahirkan saja, ya. Tapi juga harus dibuat.
Agar kejayaan bulutangkis Indonesia itu bisa kembali lagi atau bisa direngkuh, peran seperti apa yang harus dilakukan oleh pemerintah, Pak Christian?
Satu hal mungkin yang sampai saat ini belum tercapai adalah bulutangkis itu kelihatannya belum sampai masuk ke dalam sekolah. Padahal, anak-anak sekolah ini adalah bibit-bibit unggul yang sebetulnya bisa dibina menjadi calon-calon atlet yang baik. Kita basisnya sepertinya lebih banyak di perkumpulan.
Mungkin lebih tegasnya, Pak Christian, bulutangkis harus masuk kurikulum khusus di dalam sekolah, begitu?
Saya rasa setuju, ya, seperti itu. Dalam hal ini, 'kan, dibutuhkan kerja sama, seperti dengan diknas, ya. Juga termasuk Mennegpora dan departemen-departemen yang mungkin terkait ke sana. Saya rasa itu betul-betul harus diprogramkan dan harus betul-betul menjadi perhatian serius.
Dan sepengetahuan Anda, ini sudah dilakukan juga, ya, oleh negara-negara seperti Cina, misalnya?
Oh, iya. Kita tahu bahwa negara-negara khususnya Cina dan Korea itu sangat men-support. Justru, atlet-atlet usia sekolah itu sudah diarahkan. Kita juga tidak ada salahnya meniru hal yang baik. Kebanyakan yang saya lihat itu, anak-anak sekolah kiblatnya NBA, basket. Dan saya sering lihat kalau lewat suatu sekolah itu pasti ada lapangan basketnya, tapi lapangan bulutangkisnya kita belum tahu. Nah, ini juga menjadi suatu hal yang bisa menghambat.
Dan Pak Christian juga tadi mengatakan bahwa pelatihan atau pendidikan melalui perkumpulan itu tidak cukup, ya?
Saya rasa nggak cukup, ya. Memang, perkumpulan yang sekarang menjadi basis utama akan lebih baik juga kalau ditunjang dari anak-anak sekolah juga sudah mulai dipantau, sudah mulai diarahkan untuk menjadi atlet-atlet bulutangkis yang baik. Dan kita ketahui, bahwa meskipun basis utama kita di klub sekarang, tidak banyak, 'kan, klub-klub di Indonesia yang punya pemain-pemain yang baik, ya. Hanya, mungkin 5 atau 6 klub saja. Itu pun kebanyakan di Pulau Jawa. Nah, oleh karena itu, bulutangkis lewat sekolah itu lebih bisa dikembangkan di luar Jawa dibandingkan dengan kalau kita menganut sistem klub.
Dibandingkan waktu Pak Christian masih terjun di dunia bulutangkis sebagai pemain, apa yang membedakan sistem pemantauan bakat sekarang dan dulu, Pak Christian?
Oh, sekarang, sih, sebetulnya sudah lebih teratur, ya. Sudah kebih terprogram, lah. Karena, setiap sirkuit nasional itu ada pemandu bakatnya sendiri. Kalau di zaman kita dulu, itu boleh dikatakan lebih alamiah. Tahu-tahu lahir aja juara, gitu. Latihan sendiri, kadang-kadang tidak menyadari bakatnya sendiri.
Jadi, penegasan lagi, Pak Christian. Jadi, letaknya di mana masalah bulutangkis Indonesia ini, sehingga prestasi yang Pak Christian dan teman-teman cetak itu sekarang sulit sekali untuk terealisasi?
SDM, dalam hal ini kepelatihan itu harus dibenahi. Kita tidak bisa hanya bertumpu atau menumpuk di Pulau Jawa saja. Tapi, daerah di luar Pulau Jawa itu sepertinya kualitas SDM dari kepelatihan di luar Pulau Jawa itu harus ditingkatkan. Kalau hal ini berlangsung seperti sekarang, begini terus, lalu atlet-atlet yang di luar Jawa itu harus ke Pulau Jawa dulu untuk bisa maju, itu akan sangat mengurangi atlet-atlet yang berbakat yang bisa dibina menjadi pemain yang baik. Karena saya yakin sekali, bahwa di luar Pulau Jawa itu sangat banyak atlet-atlet yang punya bakat. Tapi masalahnya, 'kan, tidak dibina dengan baik. Nah, si anak ini mungkin 'kan kalau mau maju, berpikiran : "Saya harus ke Pulau Jawa". Nah, itu tentu banyak kendalanya.
Beberapa orang yang saya wawancarai, termasuk para pemain muda itu menganggap Pak Christian sebagai contoh baik. Seorang atlet yang disiplin, punya kemauan keras, datang pagi-pagi untuk mengikuti atau mengawasi latihan. Apakah seperti itu Pak Christian sebenarnya?
Hahaha. Bahwa dari dulu zaman saya main, memang hal-hal seperti itu rutin, sih, yang saya lakukan. Jadi datang pagi, kadang-kadang berlatih lebih dulu sendiri, sebelum dari pelatih. Ataupun setelah saya retired dari pemain menjadi pelatih, ya, saya mesti datang dulu di lapangan menyiapkan semuanya apa yang akan dilakukan hari itu, termasuk meneliti program latihan, ya.
Ya, soal dedikasi yang disebut banyak orang luar biasa
ini, Pak Christian terhadap perbulutangkisan Indonesia, bagaimana ini penjelasannya? Apa yang sebetulnya dicari Pak Christian ini?
Hahaha. Sebetulnya, sih, simple saja, ya. Sampai detik ini, saya bisa seperti sekarang ini, dari mulai menjadi atlet, selesai menjadi atlet lalu menjadi pelatih, sekarang diberi anugerah untuk menjadi pengurus, itu 'kan semua dari bulutangkis. Dan semua itu, 'kan, dari organisasi, dalam hal ini PB PBSI. Jadi, saya selalu merasa punya hutang terhadap PB PBSI, terhadap bulutangkis Indonesia. Jadi, sejauh atau semaksimal saya masih bisa dipakai di bulutangkis nasional, ya dalam batas kemampuan, dalam batas kebisaan yang saya punya, saya harus mengembalikan itu. Dari segi waktu, dari segi pikiran, inilah waktu saya membayar hutang. Saya banyak mendapat tawaran-tawaran yang menggiurkan, jauh, lah, dibanding apa yang bisa saya dapat di sini, tapi saya sama sekali tidak punya pikiran untuk ke tempat lain.

Dikutip dari wawancara radio BBC siaran Indonesia pada hari Minggu, 1 Maret 2009, kurang lebih pukul 06.45 WITA.

Tidak ada komentar: